SOKOLA RIMBA
BUTET MANURUNG
KOMPAS MEDIA NUSANTARA MEI 2013
Buku ini sebenarnya sudah terbit
2007 yang diterbitkan Insistpres Yogyakarta. Rilis kembali untuk memenuhi
permintaan pasar.
Resensi buku Sokola rimba ini dilakukan
setelah menonton flimnya. Walaupun secara visualisasi flimnya sangat jauh mengambarkan
bukunya. Tapi kita tidak akan membahas buku yang di flimkan atau flim yang di bukukan karena
sekmen peminatnya pasti berbeda. Walaupun pada prinsipnya saya sangat kecewa
dengan flimnya. Karena saya peminat keduanya. Oke STOP.
Apa sebenarnya di cari seorang
wanita keturunan Batak ini?, ketika Ia mengambil sebuah pekerjaan sebagai guru
untuk anak-anak rimba? Walaupun latar belakangnya pendidikannya seorang Antropolog. Bagi saya dia adalah guru sejati
di luar batas naluri manusia yang mencari kenyamanan. Buku ini merupakan
catatan atau bisa dikatakan curahan hati Butet Manurung selama mengajar
anak-anak rimba di bukit 12 Jambi, walaupun didalamnya terdapat keluh kesah
tapi kalau dipersentasikan hanya 20% jauh dari kesan sentimentil wanita yang pergi
kesalon.
Buku ini potret seorang anak
manusia yang rela meninggalkan kenyamanan demi mendidik anak-anak rimba, dalam
catatan Butet banyak hal yang dialaminya mulai dari penolakan ketua suku (temenggung)
yang tidak mau pendidikan membuat
anak-anak mereka lupa adat leluhur,ada juga dari pihak pembalak liar yang tidak mau
orang-orang rimba cerdas, agar bisa selalu mereka bodohi, dan yang pasti penolakan
anak-anak yang memandang kesan sekolah adalah hal yang mengerikan, dimata
anak-anak rimba sekolah adalah tempat guru marah-marah, guru memukul dan tugas
yang menumpuk.
Karena diambil dari catatan
harian Butet maka setiap hal yang dibahas akan tertera tanggal dan tahun
kejadian sehingga terlihat objektif, Dimana orang rimba mau tidak mau, suka
atau tidak suka akan tergerus modernitas, ketika mereka juga pengen indomie,
sarden, ketika sakit berobat, bahkan ketika kita orang kota begitu membabi
menjarah tanah, hutan lelur mereka yang mereka jaga selama ini dengan hanya
sogokan kue, rokok dan kain demi sebuah perkebunan sawit. Sebenarnya orang terdidik seperti kita Lah patut belajar dari
orang rimba tentang bagaimana menjaga dan melestarikan hutan.
Keteguhan hati dan cinta terhadap
anak-anak akhirnya membuahkan hasil banyak anak yang berkeinginan sekolah,
ternyata anak-anak rimba cerdas-cerdas, kita akan temuakan antusias And belajar
membaca, belajar menghitung (targetnya hanya pandai membaca agar paham
perjanjian dengan para pembalak liar, dan pandai berhitung agar tidak ditipu
ketika menjual madu ke orang desa) . Tapi tentu tidak semudah yang kita
banyangkan atau kita samakan dengan pendidikan terburuk sekalipun dipedesaan. Dalam
buku ini kita akan lihat siapa sebernarnya yang paling “beradab” siapa
sebenarnya guru dan murid. Metode apa yang kau berikan ketika semua teori
pendidikan yang kau peroleh dibangku kuliah tidak sesuai dengan realita
lapangan. Keretifitas dan ketulusan hati yang menjadikan Butet ada saatnya
menjadi guru dan ada saatnya jadi muri d, serta jadi manusia pembelajar dari
lingkungan nyata, yang jauh dari realitas teori yang ia peroleh di kampus.
Ditulis oleh perempuan Batak yang
sudah hampir kejawaan, dijabarkan dengan sangat terus terang tetapi tidak
sentimentil. Buku ini mewakili pengalaman Butet selama di hutan rimba. Dan jika
anda seorang pendidik tidaklah layak kita mengeluh ketika anak didik kita
memiliki nilai yang rendah, ketika mereka ribut dikelas, ketika mereka tidak
mau bertanya. Ah sebenarnya kitalah yang layak pertama kali untuk introspeksi diri,
dan buku ini membuat kita sadar bahwa kita belum menjadi guru apa-apa,
dibanding Butet yang bisa mamanusiakan manusia.
By: Halim Simatupang
No comments:
Post a Comment
Kritik dan Saran