Wednesday, December 11, 2013

SOKOLA RIMBA

SOKOLA RIMBA
BUTET MANURUNG
KOMPAS MEDIA NUSANTARA  MEI 2013

Buku ini sebenarnya sudah terbit 2007 yang diterbitkan Insistpres Yogyakarta. Rilis kembali untuk memenuhi permintaan pasar.
Resensi buku Sokola rimba ini dilakukan setelah menonton flimnya. Walaupun secara visualisasi flimnya sangat jauh mengambarkan bukunya. Tapi kita tidak akan membahas buku yang  di flimkan atau flim yang di bukukan karena sekmen peminatnya pasti berbeda. Walaupun pada prinsipnya saya sangat kecewa dengan flimnya. Karena saya peminat keduanya. Oke STOP.

Apa sebenarnya di cari seorang wanita keturunan Batak ini?, ketika Ia mengambil sebuah pekerjaan sebagai guru untuk anak-anak rimba? Walaupun latar belakangnya pendidikannya seorang  Antropolog. Bagi saya dia adalah guru sejati di luar batas naluri manusia yang mencari kenyamanan. Buku ini merupakan catatan atau bisa dikatakan curahan hati Butet Manurung selama mengajar anak-anak rimba di bukit 12 Jambi, walaupun didalamnya terdapat keluh kesah tapi kalau dipersentasikan hanya 20% jauh dari kesan sentimentil wanita yang pergi kesalon.


Buku ini potret seorang anak manusia yang rela meninggalkan kenyamanan demi mendidik anak-anak rimba, dalam catatan Butet banyak hal yang dialaminya mulai dari penolakan ketua suku (temenggung)  yang tidak mau pendidikan membuat anak-anak mereka lupa adat leluhur,ada juga  dari pihak pembalak liar yang tidak mau orang-orang rimba cerdas, agar bisa selalu  mereka bodohi, dan yang pasti penolakan anak-anak yang memandang kesan sekolah adalah hal yang mengerikan, dimata anak-anak rimba sekolah adalah tempat guru marah-marah, guru memukul dan tugas yang menumpuk.

Karena diambil dari catatan harian Butet maka setiap hal yang dibahas akan tertera tanggal dan tahun kejadian sehingga terlihat objektif, Dimana orang rimba mau tidak mau, suka atau tidak suka akan tergerus modernitas, ketika mereka juga pengen indomie, sarden, ketika sakit berobat, bahkan ketika kita orang kota begitu membabi menjarah tanah, hutan lelur mereka yang mereka jaga selama ini dengan hanya sogokan kue, rokok dan kain demi sebuah perkebunan sawit. Sebenarnya orang  terdidik seperti kita Lah patut belajar dari orang rimba tentang bagaimana menjaga dan melestarikan hutan.

Keteguhan hati dan cinta terhadap anak-anak akhirnya membuahkan hasil banyak anak yang berkeinginan sekolah, ternyata anak-anak rimba cerdas-cerdas, kita akan temuakan antusias And belajar membaca, belajar menghitung (targetnya hanya pandai membaca agar paham perjanjian dengan para pembalak liar, dan pandai berhitung agar tidak ditipu ketika menjual madu ke orang desa) . Tapi tentu tidak semudah yang kita banyangkan atau kita samakan dengan pendidikan terburuk sekalipun dipedesaan. Dalam buku ini kita akan lihat siapa sebernarnya yang paling “beradab” siapa sebenarnya guru dan murid. Metode apa yang kau berikan ketika semua teori pendidikan yang kau peroleh dibangku kuliah tidak sesuai dengan realita lapangan. Keretifitas dan ketulusan hati yang menjadikan Butet ada saatnya menjadi guru dan ada saatnya jadi muri d, serta jadi manusia pembelajar dari lingkungan nyata, yang jauh dari realitas teori yang ia peroleh di kampus.

Ditulis oleh perempuan Batak yang sudah hampir kejawaan, dijabarkan dengan sangat terus terang tetapi tidak sentimentil. Buku ini mewakili pengalaman Butet selama di hutan rimba. Dan jika anda seorang pendidik tidaklah layak kita mengeluh ketika anak didik kita memiliki nilai yang rendah, ketika mereka ribut dikelas, ketika mereka tidak mau bertanya. Ah sebenarnya kitalah yang layak pertama kali untuk introspeksi diri, dan buku ini membuat kita sadar bahwa kita belum menjadi guru apa-apa, dibanding Butet yang bisa mamanusiakan manusia.

By: Halim Simatupang


No comments:

Post a Comment

Kritik dan Saran